ESNBanten – Harus diakui, membangun kadang butuh kegilaan dan keberanian. Hal inilah yang lakukan oleh Taryudi (58), Ketua Kelompok Tani "Bina Tani 4" Desa Koroncong, Pandeglang.
Kian mahalnya harga tanah untuk lahan bercocoktanam, membuatnya tidak lalu berhenti berdiam diri. Prinsipnya, jika tidak mampu beli karena mahalnya harga tanah, kenapa tidak garap saja lahan nganggur yang ada?
Ia pun lalu melobi haji Nurdin, pemilik lahan di Kampung Empang Desa Paniis. Pola bagi hasil sebesar 10 persen dari keuntungan yang ditawarkannya disepakati.
Kini, setelah 3 bulan sejak nekad “menyikat” ilalang dan menyulapnya menjadi hamparan Kacang Tanah yang subur dan hijau royo-royo, Taryudi merasa senang tak kepalang.
“saya senang sekali, dua bulan lebih menggarap lahan yang tadinya penuh dengan ilalang dan rumput liar. Sekarang, tanaman Kacang Tanah ini nampak hijau subur,” kata Taryudi, kepada Banten Tribun, Jum’at 05 Juni 2020.
Petani kelahiran 12 Juli 1962 ini, bertekad untuk terus mengolah lahan-lahan tidur alias terlantar yang tersebar dibiarkan pemiliknya.
“Saya akan terus berusaha untuk membangunkan lahan-lahan tidur untuk dimanfaatkan dan ditanami komoditas pertanian. Mudah-mudahan diikuti petani lain dan bersama-sama mengolah lahan terlantar yang tersebar,” ungkap Taryudi.
Taryudi mengaku sudah menggelontorkan Rp27 juta untuk biaya pengolahan . “ Dari awal pekerjaan sampai tanam sekarang, sudah habis sekitar 27 juta-an. Dengan luas tanam 2 Ha, hasilnya diharapkan sekitar 7 ton. Kalau harga jual nanti bagus, tidak akan rugi” imbuhnya.
Koordinator Penyuluh Pertanian Kecamatan Koroncong, Jasra, mengatakan, dengan pola bagi hasil 10% dari keuntungan untuk pemilik lahan, tidak memberatkan petani penggarap.
“Mudah-mudahan pemanfaatan lahan terlantar atau lahan tidur, banyak diikuti petani lain, dengan menanam beragam komoditas pertanian.* (Hamami/red)